Jember Hari Ini – Sikap pasrah atau budaya “nerimo” menjadi persoalan dalam perlindungan konsumen di Indonesia. Sikap ini muncul karena minimnya pengetahuan tentang hak-hak konsumen. Konsumen akhirnya dirugikan karena lebih banyak memilih menerima daripada menuntut hak-haknya. Demikian disampaikan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Rizal Hambali, saat penandatanganan naskah kesepahaman antara BPKN RI dengan Universitas Jember, Jumat siang.
Menurut Rizal Hambali, data survei indeks keberdayaan konsumen yang dihimpun Kementerian Perdagangan RI, skor pengetahuan konsumen tentang hak dan cara pengajuan komplain masih sangat rendah. Padahal aturan mengenai perlindungan konsumen sudah diundangkan sejak tahun 1999 lalu. Rizal mencontohkan tentang uang kembalian yang tidak diberikan kepada konsumen, karena umumnya konsumen menerima meski uang kembaliannya tidak diberikan. Padahal jika diakumulasikan uang kembalian tersebut nilainya cukup besar. Sesuai ketentuan konsumen berhak menyampaikan protes kepada penjual. Untuk meningkatkan kesadaran akan perlindungan dan hak konsumen, Badan Perlindungan Konsumen Nasional mengajak kampus, salah satunya Universitas Jember untuk mensosialisasikan hak konsumen melalui kegiatan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. BPKN RI juga mengambil langkah jemput bola dalam memberikan advokasi perlindungan konsumen, seperti kasus gagal bayar asuransi, kasus nasabah Bank Perkreditan Rakyat yang tidak bisa mengambil tabungannya, hingga pengelola umroh yang gagal memberangkatkan jamaah.
Sementara itu Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna, menyambut baik jalinan kerjasama terkait sosialisasi tentang perlindungan konsumen. Bentuk kerjasama tersebut bisa berupa riset dan kegiatan ilmiah lainnya sehingga terbuka peluang bagi mahasiswa Universitas Jember untuk mendalami masalah perlindungan konsumen. (Hafid)