Ilmu pengetahuan adalah kunci peradaban manusia. Ilmu pengetahuan itu dibukukan, diarsipkan, didokumentasikan atau apapun namanya yang sebangsa dengan itu agar bisa diwariskan ke generasi berikutnya. Begitu pentingnya ilmu pengetahuan sehingga sejarah mencatat di setiap peristiwa perang penaklukan, para penakluk memusnahkan buku bangsa yang ditaklukkan. Kalau tidak memnusnahkannya, bangsa penakluk tadi memboyong buku bangsa yang ditaklukkan, lalu dialihbahasakan. Jepang bangkit lewat meiji restorasi dengan menerjemahkan buku berisi ilmu pengetahuan dan menuliskannya ke dalam huruf kanji.
Begitulah, sekali lagi, ilmu pengetahuan adalah kunci peradaban manusia. Tentu saja pengetahuan yang diarsipkan dan yang dokumentasikan. Maka bangsa yang maju biasanya adalah bangsa yang menghargai buku diiringi dengan tingginya budaya dan tradisi membaca.
Maka tidak heran jika Kepala Perpustakaan dan Kearsipan Jember berharap anggaran pengadaan buku ditingkatkan. Koleksi perpustakaan mesti ditambah. apa lagi dari waktu ke waktu ilmu pengetahuan selalu berkembang. Perkembangannya bahkan makin pesat.
Memang benar, ketersediaan buku yang memadai belumlah cukup. Masih dibutuhkan upaya mendorong kebiasaan membaca. Indonesia termasuk negara dengan indeks literasi yang belum menggembirakan. Maka dua-duanya mesti berjalan beriringan. Ketersediaan buku dan mendorong terus menerus kesadaran pentingnya membaca.
Sekarang yang namanya buku mungkin bukan hanya seperti yang selama ini kita saksikan. Ada yang namanya E-book. Buku elektronik. Apapun namanya, penentu kebijakan harus membijaksanai dengan alokasi anggaran yang memadai, agar ketersediaan dokumen pengetahuan itu memadai. Juga agar lebih banyak warga yang bisa membacanya. Biasanya perpustakaan menyediakan 10 eksemplar untuk setiap judul buku.
Akhirnya, bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai ilmu pengetahuan. Bangsa yang menghargai buku. Bangsa dengan tradisi membaca yang kuat. Jadi, bisa dibayangkan seberapa jauh penghargaan terhadap pengetahuan jika ada penentu kebijakan yang kurang tertarik pada ilmu pengetahuan, pada buku dan pada perpustakaan. (Aga)