Pengamat Kebijakan Publik Universitas Jember, Hermanto Rohman menilai, pembahasan APBD hanya sebatas formalitas saja, sebab seluruh kepala organisasi perangkat daerah, saat ini dijabat oleh Plt.
Menurut Dosen Fisip Unej ini, dalam surat edaran mendagri dan undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang pemilu, bupati memang tidak diperbolehkan melakukan mutasi jabatan, jika tidak ada izin dari mendagri. Namun bupati diperbolehkan melakukan pengosongan jabatan dan mengangkat Plt, dalam jangka waktu maksimal 3 bulan. Sehingga kebijakan bupati jember mengosongkan seluruh jabatan kepala organisasi perangkat daerah dan mengangkat Plt setelah diundangkannya KSOTK 2021, bisa dibilang tidak melanggar aturan. Namun, jabatan Plt berbeda dengan jabatan definitif, sebab jabatan Plt kewenangannya terbatas, sehingga tidak bisa melakukan kebijakan strategis, semua harus dikembalikan kepada Bupati Jember, sebagai pemberi mandat.
Kondisi ini, lanjut Hermanto, tidak jauh berbeda dengan kondisi Pemkab Jember di masa pemerintahan Mantan Bupati, Faida yang membiarkan sejumlah organisasi perangkat daerah dijabat oleh Plt, sehingga kewenangannya selalu dikembalikan kepada bupati. Hermanto mengaku khawatir pembahasan apbd tahun ini hanya sebatas formalitas. Komisi di DPRD Jember juga tidak bisa mengambil keputusan anggaran bersama organisasi perangkat daerah yang dijabat oleh Plt.
Hermanto menambahkan, seharusnya Bupati Jember meniru kebijakan yang dijalankan Pemkab Bogor. Yakni dengan cara pejabat definitif yang sebelumnya menjabat sesuai KSOTK 2016, dikukuhkan kembali menjadi pejabat definitif sesuai KSPTK 2021 yang baru diundangkan. Kebijakan pengukuhan kembali tersebut menurutnya tidak perlu mendapatkan izin dari mendagri, sebab tidak melakukan mutasi. Fian