Jember Hari Ini – Upaya perdamaian kasus dugaan pencabulan yang dilakukan dosen Universitas Jember tidak bisa menghapus pidana kasus tersebut. Justru jika pelaku masuk kategori orang tua, wali, pengasuh pendidik korban, ancaman hukuman harus ditambah seperti ancaman hukuman maksimal. Demikian ditegaskan Pakar Hukum Pidana, Viktimologi dan Hukum Pidana Anak Universitas Airlangga Surabaya, Doktor Amira Paripurna, saat dikonfirmasi Prosalina FM.
Amira menjelaskan, kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur bukan delik aduan. Kasus tersebut adalah delik umum murni sehingga meski terjadi mediasi perdamaian sehingga korban mencabut laporannya, pidana tidak serta merta hilang. Penyidik wajib melanjutkan penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut jika alat bukti cukup. Apalagi korban adalah anak dibawah umur, jika pelaku masuk kategori keluarga dekat seperti orang tua kandung, wali, pengasuh dan pendidik, maka jerat hukum justru harus lebih berat. Sesuai ketentuan Undang-Undang Perlindungan Anak, sanksi ditambah sepertiga dari ancaman maksimal 15 tahun penjara. Selain itu, ada ancaman pidana denda Rp 5 miliar. Karena polisi sudah mengantongi minimal 2 alat bukti dan melakukan gelar perkara, terlapor sudah bisa ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Amira juga menjelaskan pendekatan restorasi justice, seperti penyelesaian secara diversi hanya berlaku dalam peradilan anak yang pelaku juga masih anak dibawah umur. Namun jika pelakunya adalah orang dewasa, tidak bisa diselesaikan secara diversi. (Hafid)