
Jember Hari Ini – Sejak tiga tahun terakhir, sejumlah petani di Kecamatan Ledokombo, mengeluhkan sedikitnya jatah pupuk bersubsidi.
Tidak hanya itu, petani juga mengeluhkan tingginya harga jual melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) dari pemerintah.
Keluhan tersebut disampaikan Saturi bersama sejumlah petani lain dari Kecamatan Ledokombo ke Komisi B DPRD Jember, Rabu (20/12/2023).
Warga Desa Sumberbulus ini memiliki lahan sawah kurang dari satu hektar. Setiap musim tanam, dia mendapatkan jatah pupuk 1 kuintal dengan harga Rp300 ribu.
Sedikitnya jatah pupuk membuat dirinya harus membeli pupuk non subsidi. Bahkan, dia juga pernah merasakan jatah pupuknya sudah habis terjual.
Seperti diketahui, sesuai Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 734 Tahun 2022, pada 2023, HET pupuk bersubsidi dipatok Rp2.250 per kg untuk pupuk urea. Artinya, satu kuintal pupuk bersubsidi idealnya dijual dengan harga Rp225 ribu.
Namun, faktanya di lapangan harga jual pupuk subsidi bisa mencapai Rp300-400 ribu per kuintal. Tidak hanya itu, di Desa Sumberbulus hanya ada 2 kios yang mengurus 6 kelompok tani.
Sebagai anggota Kelompok Tani Poktan Jawa Makmur, jarak yang harus ditempuh Saturi untuk sampai ke kios sekitar 10 kilometer.
Saturi termasuk beruntung, dia salah satu petani yang tercatat dalam sistem Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (E-RDKK). Menurutnya masih banyak petani lain yang belum tercatat meski sudah mengajukan ke kelompok tani. Di sisi lain, dari awal pencatatan, banyak petani yang merasa tidak mendaftar, namun sudah tercatat di E-RDKK.
Sementara itu, Poktan Tani 5 Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo Mulyono, juga mengeluhkan hal serupa. Dari luasan 1,5 hektar sawah miliknya, dia cuma mendapatkan 1 kuintal tiap musim tanam dengan harga Rp300 ribu. Dia juga harus menempuh jarak yang cukup jauh karena hanya ada satu kios di desanya.
Menurutnya, pupuk tersebut juga didistribusikan langsung ke kelompok tani, namun harganya tinggi hingga Rp400 ribu per kuintal karena ada tambahan ongkos angkut. (Ulil)