
Jember Hari Ini – Putusan sanksi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap ketua dan anggota KPU meski tidak berimplikasi terhadap diskualifikasi terhadap Cawapres Gibran Rakabuming Raka, pertanda tidak baik bagi bangsa Indonesia. Sebab, jika memulai pencalonan saja menabrak etika, maka kedepan ada indikasi akan menambrak etika lainnya.
Demikian disampaikan akademisi FISIP Universitas Muhammadiyah Jember, Hery B Cahyono, usai menyampaikan seruan guru besar, dosen, dan mahasiswa UNMUH Jember, Rabu siang.
Dia menjelaskan, pelanggaran etik tidak legal formal karena pelanggaran itu berkaitan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Jika mereka menabrak etika, sama saja dengan menabrak nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang dibangun oleh para pendiri republik ini.
Jika dari awal ada etika ditabrak, maka kedepan ada indikasi ada tabrakan dengan nilai yang lain. Hal inilah yang perlu diluruskan supaya semua pihak menghargai etika dan moral yang ada di indonesia.
Dia juga menjelaskan, pelanggaran etik itu tidak akan berdampak hukum apapun terhadap pelaku karena sidang pelanggaran etik itu namanya pengadilan budaya. Pengadilan budaya yang menghakimi adalah budaya karena ranahnya pengadilan budaya, produk budaya, nilai-nilai peradaban bangsa.
Jika startnya tidak baik, maka hasilnya kurang baik juga. Jika memiliki tujuan yang baik, maka harus dilakukan dengan cara -cara yang baik pula.
Sebelumnya, DKPP memberi sanksi kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari, dan sejumlah anggota KPU karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Sanksi yang diberikan berupa peringatan keras terakhir. Sanksi pelanggaran etik tersebut berkaitan dengan kpu menerima pencalonan cawapres gibran. (Hafit)