Jember Hari Ini – Dinas Kesehatan serta 3 direktur Rumah Sakit Daerah (RSD) Kabupaten Jember berancang-ancang akan meningkatkan keaktifan kepersertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan.
Langkah ini dilakukan supaya bisa mencapai Universal Health Coverage (UHC) paripurna. Sebab, pasca adanya aturan baru yang tertuang dalam Permendagri 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2025, Pemerintah Daerah tidak lagi diperkenankan untuk mengelola sendiri (sebagian atau seluruhnya) jaminan kesehatan daerahnya dengan manfaat yang sama dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
Karena itu, program Jember Pasti Keren (JPK) yang menjadi program layanan kesehatan gratis di Jember tidak bisa lagi diterapkan. Program JPK dirancang pada tahun 2022 atas perubahan dari program SPM.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, dr. Hendro Soelistijono, program JPK ini telah melayani sebanyak 62 ribu masyarakat Jember pada tahun 2022, pada 2023 sebanyak 72 ribu, dan tahun 2024 mencapai 103 ribu orang.
Dia menjelaskan, selama pelaksanaan JPK ini, dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan karena syaratnya hanya menggunakan KTP saja.
Dengan munculnya Permendagri tersebut, lanjut Hendro, pelaksanaan JPK atau SPM di tahun 2025 tidak diperkenankan kembali dijalankan. Apalagi ada evaluasi dari gubernur terhadap APBD tahun 2025 di Jember dan munculnya aturan baru tersebut.
Menurut Hendro, sesuai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Dinas Sosial, jumlah masyarakat kurang mampu yang diberikan layanan kesehatan ini mencapai 313.761 orang.
Jumlah ini tetap masyarakat bisa dilayani karena berdasarkan DTKS ini ada sebanyak 313.761 orang yang didata oleh Dinsos, kemudian Dinkes yang membiayai kepersertaan BPJS-nya.
Hendro menambahkan, cara menekan anggaran yakni tetap dengan menggunakan data DTKS atau orang yang dinyatakan kurang mampu, maka akan dilayani sembari meningkatkan UHC.
Sebab, hingga saat ini 3 RSD di Kabupaten Jember telah menanggung hutang di tahun 2023 sebesar Rp65,271 miliar dan tahun 2024 sebesar Rp95,339 miliar sehingga totalnya mencapai Rp160,611 miliar.
Ditegaskan Hendro, salah satu alternatif mengurai persoalan ini dengan mendorong peningkatan UHC. (Hafit)