
Jember Hari Ini – Praktisi hukum Universitas Jember, Fendy Setyawan, mengungkap berbagai tantangan dalam upaya menekan peredaran minuman keras di Indonesia. Sebab, pemberian sanksi terhadap penjual miras ilegal hingga saat ini tidak memiliki cantolan hukum kuat berupa undang-undang.
Pria yang menjabat Wakil Rektor III UNEJ itu mengungkap bahwa miras saat ini menjadi ancaman dan meresahkan masyarakat. Namun, negara belum memiliki keinginan untuk mengatasi persoalan tersebut. Terbukti hingga saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang miras yang sudah dibahas sejak tahun 2020, tak kunjung menjadi produk hukum.
Bahkan, RUU miras tidak masuk dalam program legislasi nasional atau prolegnas tahun 2025. Karena itu, dasar hukum pengendalian miras saat ini hanya berdasar pada Perpres Nomor 74 Tahun 2017 dan Permendag Nomor 25 Tahun 2019. Dari aturan itu, lahir Perda Jember Nomor 3 Tahun 2018.
Lebih lanjut dia mengatakan, karena cantolan hukumnya hanya berupa Perpres, Permendag, dan Perda, pemberian sanksi bagi penjual miras secara ilegal saat ini terbilang ringan.
Sesuai aturan yang ada, denda maksimal yang dapat diberikan adalah Rp50 juta dan pidana kurungan maksimal 6 bulan. Sanksi ringan tersebut berpotensi tidak menimbulkan efek jera. (Rusdi)