Audiotorial “Tambang”

newsHari ini beberapa elemen masyarakat, organisasi kemahasiswaan, NU Jember, dan NU cabang Kencong, MWC dari daerah dengan potensi tambang merapatkan barisan mendeklarasikan penolakan tambang. Kata Ketua PMII Jember, Abdus Salam, deklarasi penolakan merupakan respon terhadap raperda RTRW yang belum kunjung disahkan. Tetapi yang paling penting, respon itu ditujukan pada masih dicantumkannya pertambangan dalam raperda RTRW.

Dalam raperda RTRW pertambangan memang dibatasi hanya untuk kepentingan pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Tetapi elemen yang mendeklarasikan penolakan khawatir kegiatan eksplorasi akan berujung pada eksploitasi. Kira-kira saja maksudnya kegiatan eksplorasi yang peluangnya dibuka dalam raperda RTRW itu dikhawatirkan lebih merupakan batu pijak untuk loncatan berikutnya. Apalagi draft raperda tidak disosialisasikan lebih dahulu, terutama kepada masyarakat yang daerahnya memiliki potensi tambang yang jika kegiatan tambang berlangsung pasti menerima dampak.

Begitulah, memang idealnya proses perumusan, penyusunan, dan pembuatan keputusan melibatkan masyarakat. Sekurang-kurangnya membuka peluang bagi masyarakat untuk mengetahuinya. Sebab, begitu digedog, keputusan tersebut mengikat semua masyarakat. Tidak peduli apakah proses pembuatan keputusan itu melibatkan atau tidak melibatkan masyarakat.

Harus diakui, tidak semua warga masyarakat memilik kesempatan dan kompetensi berpartisipasi dalam proses politik. Tetapi, dalam banyak literatur tentang perumusan kebijakan publik, proses pembuatan keputusan politik yang oligarki memiliki kelemahan. Sebab, keputusan atau kebijakan yang oligarkis dan teknokratis cenderung menempatkan perumus dan penyusunnya, entah itu teknokrat atau wakil rakyat, seolah sebagai pihak yang paling tahu persoalan dan kebutuhan masyarakat.

Hingga di sini menjadi jelas, mengapa ruang dan peluang partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan politik mesti dibuka. Tujuannya, tidak lain dan tidak bukan, karena yang paling tahu persoalan, keinginan  dan kebutuhan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri. Maka pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana para wakil rakyat dan teknokrat bersedia mendengar dan membuka peluang serta pintu-pintu saluran partisipasi bagi masyarakat? Bukan sebaliknya  menilap rakyat.

(Aga)

 

 

 

Comments are closed.