Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sedang dalam proses pembahasan. Pembahasan terlihat dinamis. Tidak ada tanda-tanda legislatif, dalam hal ini Badan Anggaran, menolak KUA-PPAS yang diajukan eksekutif meski, kalau tidak keliru, usulan itu datang terlambat. Pembahasan berlangsung dalam komunikasi yang bisa dibilang cair.
Tetapi cairnya suasana pembahasan itu tidak sama dengan hilangnya sikap kritis wakil rakyat. Beberapa kali Badan Anggaran mendapati ketidakcocokan data antara yang disampaikan dalam paparan satuan dan data yang terdapat KUA-PPAS. Ketidakcocokan data itu bahkan ada yang selisihnya mencapai Rp 1,4 miliar.
Bisa saja ketidakcocokan itu lebih merupakan persoalan teknis, taruh umpamanya salah ketik. Bisa juga karena data yang dimiliki satuan kerja belum disesuaikan dengan KUA-PPAS. Apapun persoalannya, dewan sudah menjalankan fungsinya. Setidaknya fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
Dalam menjalankan fungsi anggaran, dewan ingin agar ketika diperdakan nanti anggaran yang diusulkan eksekutif menjawab kebutuhan daerah dan masyarakatnya, sejalan dengan RPJMD dan sejalan dengan visi-misi yang sudah ditetapkan. Jadi, dewan tidak asal setuju, tidak asal gedog. Dengan begitu, dalam proses pembahasan KUA-PPAS, dewan menjalankan dua fungsi sekaligus, yakni fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
Itu pula sebabnya ketika mendapati ketidak cocokan data yang selisihnya mencapai milyaran rupiah, Badan Anggaran memutuskan pembahasan diskors untuk memberi kesempatan kepada eskekutif merumuskan penjelasan yang bisa diterima nalar. Badan Anggaran tidak ingin setelah digedog menjadi APBD, dewan dijadikan alasan pembenaran tatkala muncul tinjaun kritis, taruh misalnya APBD dianggap melenceng dari visi misi atau RPJMD.
Begitulah, maka dewan misalnya juga minta penjelasan detil program warung berjaringan yang dalam KUA-PPAS anggarannya diusulkan Rp 15 miliar. Dewan juga menyeru agar satuan kerja mengubah orientasi dari sekadar mengusulkan dan membelanjakan anggaran menjadi satuan kerja yang kaya akan gagasan-gagasan kreatif. Tujuannya, sekali lagi, agar lembaga perwakilan rakyat tidak dijadikan alat pembenar ketika APBD disoal masyarakat. Dewan tidak ingin, ketika APBD dikritisi publik, eksekutif lantas bilang: APBD itu kan sudah dibedah, dikritisi dan disetujui dewan. (Aga)