Puluhan mahasiswa Unej melakukan aksi galang tanda tangan sebagai bentuk dukungan terhadap pembubaran kelompok G-212. Kelompok ini diduga melakukan intimidasi terhadap mahasiswa. Mahasiswa dipaksa mengikuti diskusi. Keikut sertaan dalam diskusi, katanya, berpengaruh terhadap nilai meski diskusi tersebut tidak sesuai dengan mata kuliah yang sedang ditempuh mahasiswa.
Entah bagaimana azbanunuzul nama G-212. Yang jelas nama itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan aksi super damai 212. G-212 ternyata nama yang diberikan kepada sekelompok dosen Unej yang katanya tidak terima terhadap keputusan Rektor. Dalam beberapa kali pemilihan Dekan, Rektor menetapkan figur yang bukan dengan perolehan suara terbanyak. Tetapi menurut Rektor keputusan tersebut tidak melanggar ketentuan.
Perguruan tinggi dipandang sebagai lembaga yang sarat akan nilai. Perguruan tinggi, oleh karena itu, dianggap sebagai sumber penyebar nilai yang sekurang-kurangnya meliputi nilai ilmiah, kejujuran, bahkan moral dan kebenaran. Ada adagium yang berbunyi: politisi boleh bohong tetapi tidak boleh salah. Sebaliknya, akademisi boleh salah tetapi tidak boleh bohong. Adagium ini mencerminkan betapa perguruan tinggi sarat akan nilai.
Jadi, dalam dinamikanya sivitas akademika perguruan tinggi mestinya memperhatikan kesejatian dirinya. Kesejatian yang merujuk pada tata nilai dan pranata yang mencirikan lembaga itu. Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik dan benar. Karena itu, nilai juga berkaitan dan menyangkut kepatutan atau kepantasan.
Apa yang hendak disampaikan audiotorial ini adalah, bahwa publik sangat berharap perguruan tinggi menjaga dan memelihara nilai dan tradisinya. Sebab, hanya dengan menjaga dan memelihara nilai serta tradisi, perguruan tinggi bisa memerankan diri sebagai sumber pencerahan bagi masyarakat. Masyarakat masih beranggapan dan menempatkan perguruan tinggi sebagai lembaga yang melahirkan kaum terdidik. Dan kaum terdidik digambarkan sebagai kaum yang senantiasa menghindari ketidak patutan dan ketidak pantasan dalam laku dan perbuatan. Dalam tradisi akademis, beda teori tidak dianggap sebagai masalah . Yang jadi masalah adalah beda kepentingan yang mengarah pada perpecahan yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan semangat menjaga dan memelihara nilai dan tradisi kampus. (Aga)