Ratusan petani Puger dan Mahasiwa yang tergabung dalam PMII Jember turun jalan. Mereka menolak pembelokan saluran irigasi. Menurut mereka pembelokan saluran irigasi bisa mengakibatkan sekitar 3 ribu hektar sawah gagal panen ketika musim kemarau. Kepada wakil rakyat di DPRD Jember petani mendesak agar saluran irigasi dikembalikan seperti semula. Petani menganggap saluran irigasi dibelokkan untuk keperluan pabrik semen.
Ketua Komisi C DPRD Jember, David Handoko Seto, menyatakan akan menindak lanjuti aspirasi petani. Untuk keperluan itu pihaknya akan segera mengklarifikasi ke pabrik semen dan Pemkab.
Begitulah, klarifikasi memang diperlukan. Bahkan sebuah keharusan. Dari klarifikasi itu akan diperoleh kejelasan baik yang menyangkut hal-hal yang bersifat teknis maupun legalitas yang menjadi dasar dibelokkannya saluran irigasi yang mengairi sawah di dua desa, Puger Kulon dan Puger Wetan. Syukur, apabila klarifikasi itu melibatkan petani sebagai pihak yang paling berkepentingan dan merasa paling dirugikan. Harapannya adalah, klarifikasi itu berlanjut dan dilanjutkan ke proses berikutnya, yakni penyelesaian masalah.
Klarifikasi yang melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan dan kemudian mencari jalan keluarnya sangat penting. Jika tidak, orang sangat bisa jadi beranggapan pihak-pihak yang memiliki otoritas menerbitkan izin lebih berpihak pada pemilik pabrik dan pada saat yang sama dianggap mengorbankan petani.
3 ribu hektar sawah di sini sangat berarti. Dia bisa menghidupi ratusan atau bahkan ribuan buruh petani. Sebab, karena struktur kemilikan tanah, membicarakan petani di Negeri ini berarti membicarakan buruh tani. Maksudnya, petani di Negeri ini tidak bisa didefinisikan sebagai melulu petani pemilik tanah.
Panjang kalau dipaparkan. Sebab, selain menyangkut hajat hidup petani dan buruh tani, ada hal lain yang harus dipertimbangkan ketika terjadi rekayasa saluran irigasi, yakni RTRW dan RPJMD yang dua-duanya bisa dipastikan berwawasan lingkungan. Sebegitu rupa sehingga andai perubahan itu tidak sejalan dengan RTRW dan RPJMD, legalitas dan orientasi pembangunan yang berwawasan lingkungan dipertanyakan.
Maka, sekali lagi, klarifikasi, duduk bersama yang disertai niat baik mencari jalan keluar saling menguntungkan sangat dibutuhkan. Setidaknya untuk menghindari persepsi, penentu kebijakan lebih berpihak kepada pemilik modal ketimbang kepada rakyat. (Aga)